Wednesday, December 26, 2007

Wisdom Road Map

It is started out by the fact. Fact is realm of reality, existence, truth, evidence and so on. The universe and all of its contents are the fact.

Fact has attributes, e.g. name of the fact, name of the event, location, timing, etc. When it is recorded or documented as it is at its given characteristics then it is called data.

Facts that are recorded and documented (hence called data) should be useful and giving benefit for human life. Useful data that are take place in the human processes are called information.

Information describes something; specific subject area or topic of interest. Understanding of that specific subject area or topic of interest is called knowledge. Knowledge is interpretative based on the available information and in most cases, experience as well. Objective knowledge is known as science, while people usually call subjective knowledge as perception. It is knowledge that drives and leads human into specific actions and decisions.

Accumulated knowledge in advance influence human behaviour and attitude which is called wisdom. Wisdom consist of ideals and principles that govern human personality and perspective.
---
Salam,
#./

Monday, December 24, 2007

Hidup itu Ibadah

“Hidup itu ibadah” cenderung menjadi kalimat mutiara motivator hidup. Kalimat2 spt ini seringkali menjadi slogan yg tumpul dan bias bagi banyak orang sehingga pesan yg terkandung tidak tersampaikan dgn baik. Ada beberapa alasan yg menjadi kemungkinan penyebab tumpul dan bias-nya kalimat2 tsb, misalnya:

1) Terlalu populer sehingga menjadi klise
2) Tidak relevan dan/atau tidak aplikatif dgn kenyataan alias tidak membumi
3) Mengandung pesan yg terlalu dalam sehingga justru jadi tidak dimengerti

Terlepas dari apa-pun kemungkinannya, artikel ini hendak memaknai sekaligus membumikan kalimat ”Hidup itu Ibadah”. Ibadah memiliki banyak dimensi (spt mahdhah/tuntunan agama, ghair mahdhah/sosial, tuntunan, hukum, dll), namun pada prinsipnya ibadah adalah perbuatan yg pasti positif. Apa yg positif dan bagaimana?

Nilai sebuah perbuatan diukur dari kompensasi hasil-manfaat dikurangi ongkos-usaha (biaya) atas perbuatan tsb. Apabila hasilnya positif maka perbuatan tsb mendatangkan untung. Sebaliknya, jika negatif maka perbuatan tsb merugi. Kompensasi utk mendapatkan nilai suatu perbuatan dicapai oleh transaksi yg menawarkan manfaat perbuatan tersebut. Mudah memahami transaksi dari suatu interaksi sosial, namun bagaimana halnya dgn nilai perbuatan yang sifatnya vertikal/pemenuhan tuntunan agama? Bagaimana kompensasinya? Jawabnya akan dibahas di tulisan Kompensasi Ibadah Vertikal.

Diperlukan ilmu dan keahlian utk memastikan hasil/manfaat atas biaya/upaya dari setiap perbuatan tsb agar memberi keuntungan. Artinya kita dituntut utk berilmu dalam bertindak utk memastikan nilai perbuatan tsb positif. Kapasitas keilmuan inilah yg akan menentukan seberapa besar keuntungan yg didapat dari rasio manfaat/usaha dari perbuatan tsb. Perlu dipertegas bahwa keuntungan yg nyata didapat dari penawaran manfaat, bukan dari penawaran bencana. Hal ini disebabkan adanya klaim keuntungan atas penawaran bencana. Yg spt demikian ini pada hakikatnya adalah kerugian di pihak yg lainnya. Keuntungan atas penawaran manfaat selayaknya adalah berbagi kebaikan. Jadi sebaik-baiknya orang adalah orang yg paling banyak penawaran manfaatnya.

Maka konsep "Hidup itu Ibadah" kini diharapkan memiliki makna yg lebih berarti dan jelas penerapannya. Pada kenyataannya slogan ini adalah konsep yg memastikan kita utk bertahan hidup dgn cara yg mulia. Orang yg memahami konsep bahwa "hidup itu ibadah" seharusnya selalu berusaha utk memperbanyak penawaran manfaatnya. Karena orang yg bermanfaat bukan hanya bisa bertahan hidup, tapi juga seharusnya mampu hidup layak. Dan utk memastikan kelayakan tsb maka keuntungan haruslah optimal dgn menjaga rasio manfaat atas usaha agar tidak besar pasak daripada tiang. Dan utk ini semua jelas ada ilmunya, termasuk utk memahami dan membumikan konsep slogan yg tampak mengawang2 spt yg satu ini.
---
Salam,
# ./

Kompensasi Ibadah Vertikal

Kompensasi adalah imbalan atau penggantian atas suatu usaha. Dalam suatu transaksi eknonomi, kompensasi bukan hanya merupakan penggantian ongkos, akan tetapi juga menyertakan komponen nilai laba. Pada kenyataannya, laba inilah yg menjadi fokus perhatian transaksi ekonomi. Dalam tulisan mengenai Hidup itu Ibadah telah dijelaskan bahwa pada prinsipnya ibadah tsb adalah perbuatan yg juga berorientasi thd laba. Memahami laba transaksi dari interaksi sosial dan ekonomi adalah mudah, namun bagaimana halnya dgn ibadah vertikal sebagai upaya pemenuhan tuntunan dan syari’at agama? Jika laba tsb ditangguhkan dan merujuk kepada konsep investasi, maka apakah benar bahwa investasi tersebut akan benar2 memetik hasilnya?

Einstein memang pernah mengemukakan teori relativitas. Namun diatas teori relativitas tsb tetap berdiri teori matematika absolute yg sederhana sebagai pondasi semua perhitungan persamaan-persamaan beliau. Artinya, segala teori ketidak-pastian tsb pada kenyataannya tetap memerlukan kepastian. Agar lebih yakin lagi, kepastian tsb pada akhirnya akan dijaminkan thd suatu hal sebagai terminal akhir.

Dalam hal ibadah vertikal, kompensasinya akan dijamin oleh Sang Penjamin, yg atas kehendak-Nya akan memastikan bahwa rasa gula relative di lidah anda akan tetap manis dan rasa garam relative di lidah anda akan tetap asin. Nilai, ukuran, takaran dan/atau kondisi sesuatu mungkin bisa berubah-ubah atau bahkan musnah seperti harga saham perusahaan yg bankrut atau nilai investasi bentuk2 lainnya yg fluktuatif. Akan tetapi selama ada jaminan yg jelas, maka hal tersebut menjadi tidak penting u/ dikhawatirkan.

./Salam,