Monday, December 24, 2007

Hidup itu Ibadah

“Hidup itu ibadah” cenderung menjadi kalimat mutiara motivator hidup. Kalimat2 spt ini seringkali menjadi slogan yg tumpul dan bias bagi banyak orang sehingga pesan yg terkandung tidak tersampaikan dgn baik. Ada beberapa alasan yg menjadi kemungkinan penyebab tumpul dan bias-nya kalimat2 tsb, misalnya:

1) Terlalu populer sehingga menjadi klise
2) Tidak relevan dan/atau tidak aplikatif dgn kenyataan alias tidak membumi
3) Mengandung pesan yg terlalu dalam sehingga justru jadi tidak dimengerti

Terlepas dari apa-pun kemungkinannya, artikel ini hendak memaknai sekaligus membumikan kalimat ”Hidup itu Ibadah”. Ibadah memiliki banyak dimensi (spt mahdhah/tuntunan agama, ghair mahdhah/sosial, tuntunan, hukum, dll), namun pada prinsipnya ibadah adalah perbuatan yg pasti positif. Apa yg positif dan bagaimana?

Nilai sebuah perbuatan diukur dari kompensasi hasil-manfaat dikurangi ongkos-usaha (biaya) atas perbuatan tsb. Apabila hasilnya positif maka perbuatan tsb mendatangkan untung. Sebaliknya, jika negatif maka perbuatan tsb merugi. Kompensasi utk mendapatkan nilai suatu perbuatan dicapai oleh transaksi yg menawarkan manfaat perbuatan tersebut. Mudah memahami transaksi dari suatu interaksi sosial, namun bagaimana halnya dgn nilai perbuatan yang sifatnya vertikal/pemenuhan tuntunan agama? Bagaimana kompensasinya? Jawabnya akan dibahas di tulisan Kompensasi Ibadah Vertikal.

Diperlukan ilmu dan keahlian utk memastikan hasil/manfaat atas biaya/upaya dari setiap perbuatan tsb agar memberi keuntungan. Artinya kita dituntut utk berilmu dalam bertindak utk memastikan nilai perbuatan tsb positif. Kapasitas keilmuan inilah yg akan menentukan seberapa besar keuntungan yg didapat dari rasio manfaat/usaha dari perbuatan tsb. Perlu dipertegas bahwa keuntungan yg nyata didapat dari penawaran manfaat, bukan dari penawaran bencana. Hal ini disebabkan adanya klaim keuntungan atas penawaran bencana. Yg spt demikian ini pada hakikatnya adalah kerugian di pihak yg lainnya. Keuntungan atas penawaran manfaat selayaknya adalah berbagi kebaikan. Jadi sebaik-baiknya orang adalah orang yg paling banyak penawaran manfaatnya.

Maka konsep "Hidup itu Ibadah" kini diharapkan memiliki makna yg lebih berarti dan jelas penerapannya. Pada kenyataannya slogan ini adalah konsep yg memastikan kita utk bertahan hidup dgn cara yg mulia. Orang yg memahami konsep bahwa "hidup itu ibadah" seharusnya selalu berusaha utk memperbanyak penawaran manfaatnya. Karena orang yg bermanfaat bukan hanya bisa bertahan hidup, tapi juga seharusnya mampu hidup layak. Dan utk memastikan kelayakan tsb maka keuntungan haruslah optimal dgn menjaga rasio manfaat atas usaha agar tidak besar pasak daripada tiang. Dan utk ini semua jelas ada ilmunya, termasuk utk memahami dan membumikan konsep slogan yg tampak mengawang2 spt yg satu ini.
---
Salam,
# ./

0 Comments:

Post a Comment

<< Home