Sunday, February 18, 2007

Romantisme Budaya

Pengalaman mendengar suara adzan di negeri asing nun jauh di mata selalu membuat perasaan saya haru-biru dan campur-aduk. Orang Sunda bilang ”meni wa-as euy ... asa di lembur”. Walaupun agak gengsi kalau ketahuan menangis, nyatanya air mata ini sulit utk dibendung ... walhasil ya sudah, lepaskan dan nikmati saja perasaan tsb.

Dari secuil potret pengalaman diatas tsb, saya ingin bahas lebih luas lagi dgn pokok2 pikiran sbb:

1. Dari snapshot diatas tampak bahwa secara budaya, Indonesia (yg diwakili etnis Sunda di Jawa Barat) memiliki akar tradisi Islam. Fakta mengatakan, Indonesia memang sebuah negara dgn populasi muslim terbesar di dunia.

2. Potret di atas juga menunjukan sebuah fenomena romantisme budaya dimana suatu akar tradisi ternyata mampu memberikan suatu pengaruh berupa bayang2, kenangan, silhouette/siluet, memori yg membekas dalam sanubari seseorang.

3. Sadar atau tidak, secara pribadi saya ternyata menikmati perasaan romantisme budaya tersebut. Hasil pengamatan menunjukan bahwa Islam memberikan pengaruh thd sendi2 dasar perikehidupan bangsa Indonesia yg terbukti dgn pengaruh linguistik/bahasa dan budaya. Ini menunjukan bahwa bangsa ini bagaimanapun menikmati romantisme Islam.

4. Dalam psikologi, kenangan yg membekas dalam benak walaupun bersifat potensial ternyata memberikan pengaruh yg signifikan dalam kehidupan manusia. Ilmu fisika memberikan penggambaran bagaimana energi potensial tsb dapat diukur utk menjelaskan seberapa besar efek atau dampak dari implementasi energi potensial tsb ke dalam bentuk nyatanya yg kasat mata, yakni dalam bentuk energi mekanik atau energi gerak.

5. Ditinjau dari sisi sejarah, Islam memberikan pengaruh dominan terhadap hampir semua pergerakan perlawanan bangsa asing. Islam menjadi identitas mayoritas dari jati diri bangsa.

Kemana arah tulisan ini? Jika saya ”bumikan” (relevansi) pemikiran diatas dgn kejadian2 aktual yg terjadi akhir2 ini spt ekonomi, bencana alam, politik, hiburan, sosial dan segala aspek kehidupan, maka saya memiliki kekhawatiran yg tentunya subjektif dan mudah2an tidak benar:

1. Islam benar2 hanya dipandang sebagai romantisme budaya secara umum.

2 .Romantisme bagaimanapun bentuknya dapat berganti bentuk sejalan dgn trend jaman.

Kekhawatiran tsb didukung fakta:

1. Angka kemiskinan di Indonesia diatas 60% total populasi.

2. Terdapat hal2 dan pemikiran2 baru yg tidak tumbuh dari akar bangsa Indonesia. Perlu digaris bawahi perumpamaan ”tumbuh dari akar” adalah suatu proses yg benar2 alami dan bukan dari hasil rekayasa tangan2 manusia spt stek, cangkok, atau bentuk2 rekayasa genetika lainnya.

Angka kemiskinan menunjukan kepada kita tingkat kualitas hidup. Kualitas hidup berbanding lurus dgn tingkat intelektualitas dan pola pikir manusianya. Kualitas hidup dan tingkat intelektualitas yg rendah adalah kondisi yg sangat positif dan mendukung upaya mencabut akar budaya yg ada utk kemudian mengkondisikan dan menata ulang budaya tsb dgn pola pikir dan tradisi yg baru.

Tidak ada istilah benar-salah dalam hal romantisme budaya. Hanya sebuah kekhawatiran akan perasaan potret kenangan mendengar adzan di negeri asing tsb hadir menjadi kenyataan di negeri sendiri. Bergantinya romantisme budaya akibat tercerabutnya akar tradisi ... that’s all folks.
---
Salam,
# ./